Thursday, June 30, 2005

Ternyata gua emang udah tua...

Sebenernya kesimpulan itu udah muncul semenjak keponakan gua (dari sepupu yang kebetulan beda jauh umurnya ma gua) punya anak. Itungannya sih gua udah dipanggil "aki" (kakek dlm bahasa sunda) waktu umur gua 27. Perasaan gua waktu itu, senang dan bahagia ngeliat bayi, dan mikir bisa maen ama doi, hehehehe.... dah kebayang aja, meskipun sebenernya tiap bayi ato anak kecil di keluarga besar gua, pasti nangis ato lari ketakutan pas pertama liat gua.

Ga tau kenapa ya? padahal kata om, tante, sepupu dan sesepuh, gua orangnya lucu (dan malu2in kayanya) gara2 gua dari dulu kebiasaan jadi bahan celaan, dari dulu ampe sekarang. Waktu kecil celaannya gini, "Gi, awas jg jalan jauh, ntar ketuker ama balon loh... :P" dan ampe yg sekarang, "mana Gi? calonnya ko ga dibawa sih? Takut ditraining ya? ama Ua2 (sodara lelaki ortu, Sunda), bibi2 (istri paman atau saudara perempuan ortu) dulu biar kuat mental... :D", .... hahahahaha...(gua ketawa pait... seirus neh!). Itulah yg keluarga besar gua, keluarga penuh celaan (saling nyela maksudnya) dan gua bangga senang dengan itu, bikin suasana jadi akrab. Tapi karena ini pula yg buat gua selalu "bersiap2" sebelum ngumpul ama mereka.

Anyway, balik ke persoalan yang tadi, perasaan yang kedua muncul.... ya sedih aja. Rasanya umur dah segini tapi perjalanan masih belum jauh. Udah jadi "aki" tapi belum ada yang bisa dibanggain. Apa kek, harta, kedudukan, status sosial, jabatan dst. Gua belum nyampe semua itu. Dulu gua bikin target, kalo ampe umur 35 belum jadi apa-apa (belum bikin sesuatu yang berguna, dan bisa dibanggain), maka gua ga akan jadi apa-apa, dan gua mau ga mau harus rubah, adapt hidup gua. Gua harus kalibrasi lagi semuanya dari awal.

Cita2 ato mimpi gua gede, buat orang "sebiasa" gua, meski gua ga bisa bilang apa. Tapi terus terang aja, gua selalu percaya dang menganggap kalo setiap orang itu unik dan spesial. Cuman masalahnya satu aja, karena semua orang seperti itu maka everybody is nobody, unless dia aware akan "perannya" didunia. Menurut gua, seseorang akan jadi benar2 "unique", saat dia tau apa yang harus dia musti lakukan, bukan tau apa yang dia bisa lakukan (itu mah, bikin setiap orang jadi anarki... "ga suka sama si anu? tampol aja, lu kan gede..." Gahh... I'm pacifist man...). Dan gua selalu kagum dengan orang2 seperti itu, orang2 yang mengorbankan sesuatu, demi suksesnya peran mereka, saat mereka sadar akan peran yang mereka harus lakoni (Ahh.... ko jadi ngomongin sinetron sih?...)

Somehow, secara garis besar gua udah ngerti peran yang gua lakoni sekarang. Apa yang mesti gua lakukan, meski sebenarnya gua masih bingung dengan detailnya (contoh orang bego neh... misalnya bayangin aja kalo bikin rumah... "pokonya gua pengen rumahnya kaya rumah tetangga sebelah! Caranya gimana pak Mandor yg ngatur!"... Apa bisa ya?) Mungkin inilah celah dimana gua bisa bermain buat memuaskan ego gua, mewujudkan mimpi2 gua yang selalu gua anggap sebagai hutang ke diri gua sendiri.

Ahhh... makin tua nih... kebanyakan mikir yang ga perlu, dan bukannya makin "sadar". Kadang malah sebaliknya, gua ngerasa makin jauh dari kata2 "dewasa" dan sadar. Semakin kaya anak2 aja, yang harus selalu diingetin waktu ngelakuin sesuatu. Bodohnya diriku...Wakakakaka....

Saturday, June 25, 2005

need another reason?

"There are so many reasons to love you and there is only one reason not to love you, and that is because you are you. While there are so many reasons not to love me and there is only one reason to love me and that is because me is me." (Edgar turmington, Life isn't that simple like oranges and apples, Mark Joseph, 1999)

Thursday, June 23, 2005

Love or not love ...

... when I said I love you and you don't accepted it, it's really ok for me, cause thing like this always happened to me, but don't ask me not to love you anymore. It's like asking me stop breathing the air. I'll die instantly.... (Keith Stone, The Earth is not Round at All, by Herman William, 1993)

Tuesday, June 21, 2005

guru2 SD ku yang aneh dan lucu

Sungguh lucu rasanya jika kita kembali ke masa silam, mengingat kembali kenangan kita bersama sesorang yang mungkin kita sudah lama lupakan, seperti misalnya guru SD kita. Mungkin kalian bertanya-tanya, "buat apa nginget-nginget masa kita sering dijewer dan dijemur dilapangan?", yah... itu kejadian yang umum terjadi pada saat SD dulu. Minimal dua kali seminggu dijewer dan dijemur ditengah-tengah lapangan upacara lantaran melakukan kebodohan-kebodohan yang sebenarnya tak perlu dilakukan. Mungkin itu hanya sebuah cara untuk menunjukkan jati diri sebagai seorang anak laki-laki. Kebandelan seorang anak SD mungkin tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan "kenakalan" seorang dewasa, seperti korupsi misalnya, tapi tetap saja dapat membuat pusing guru-guru di SD dahulu.

Masih gua ingat dengan jelas kasus "pemotongan tiang bendera upacara" yang gua lakukan. Meskipun sebenarnya kejadian itu terjadi "tanpa sengaja"(versi gua tentunya..). Saat itu gua hanya ingin mengetes, apakah benar gergaji triplek yang mungil dan tipis benar-benar dapat memotong sesuatu selain kayu triplek. Maka ditentukanlah korbannya, yaitu tiang bendera dilapangan upacara, sebuah benda yang terbuat dari pipa besi paralon (yang biasa dibuat untuk dijadiin pipa air) adalah satu-satunya benda yang dapat dipikirkan saat itu, dan ditambah dengan pertaruhan makan es mambo seharga Rp.100,00 dengan empat sahabat dekat gua, kalo pipa itu bisa putus dengan mudah.

Maka gua beranikan diri maju ketengah lapangan dan langsung menggergaji seperti layaknya tokoh2 di film kartun yang memotong kayu. Grgg... grggg...grggg... Tas!!!. Mata gergajinya putus. Ternyata memang gergaji kayu memang hanya untuk kayu saja. Kesal karena kalah taruhan, pertemuan tiang dan sepatu yang gua pakai tak bisa dihindarkan. Duakkk!....(kampret!)... Duak! (kampret lagi!)... tiba-tiba... krkk...krkkk... Gubrak!. Akibat tendangan seorang bocah kelas 5 SD, pasak pengunci tiang dan penyangganya bengkok! dan akibatnya ga kuat menahan berat tiang, ya akhirnya tiangnya jatuh. Terus terang ga ada yang bisa dibanggakan dari itu karena pasak itu memang sudah karatan dan besarnya ga seberapa. Jadi ya begitulah jadinya.

Hasildari kejadian ini, kuping dan pipi yang merah akibat dijewer oleh hampir semua guru, plus piket ngebersihin sekolah selama dua minggu penuh, ditambah lagi, orang tua gua yang nge-gantiin biaya kerusakan yang terjadi (untungnya ga ada korban jiwa akibat kejadian ini, manusia ataupun binatang...) dan pengalaman yang tak terlupakan saat melihat wajah aneh dan lucu guru-guru SD gua yang tercinta, saat kejadian itu. Heran, marah, pasrah, kuatir dan ga percaya kalo gua, yang ngelakuin hal itu. Curiosity memang mahal harganya kawan... :P

Monday, June 20, 2005

Curhat yang sia-sia?

Kemarin salah seorang teman, curhat mengenai seorang teman lain,"si Anu ko gini-gitu-gini ya? padahal gua kira dia tuh gitu-gini-gitu... Bete gua jadinya kalo gini...". Gua, seperti biasa mencoba menjadi seorang yang arif (bukan jadi orang lain) trus nimpali, " yaaaa... namanya juga manusia, kalo punya lebih, ya pasti punya kurang dong...". Diluar dugaan, temen gua malah nambah kesel, "ahhh... males curhat ma elo, pasti jawabannya gitu melulu. Kalo emang gitu mah gua dah tau dan kalo elo dah ngomong gitu yaaa... buat apa gua curhat ma elo..."

Gua yang seketika itu tercenung sambil meringis (buka kesakitan...), "lha... elo maunya gua gimana? yang gua bilang kan bener?" Trus gua lupa dia ngomong apa, tapi intinya dia ngomong, males ngomong ma gua, karena gua selalu "bener"?

Sehabis itu gua terbengong-bengong gitu, mikirin kata-kata dia. Ko malah jadi gini? salah gua apa? orang ada masalah, trus gua coba ngasih pendapat yang bisa masuk, trus bikin dia tenang ato mikirin kondisinya gimana, ko malah jadi gua yag di bete-in?

"pantesan lu ga punya pacar...", trus dia lanjutin. Kampret! masalah ini lagi. Punya ato ga punya bukan cuman pilihan gua tauuu! Trus dia bilang lagi, "kebayang kalo lu punya pacar, pasti di omongin terus, ngasih solusi dst... mana tahan ama elo? Kadang orang cerita yaaa.. hanya pengen didengerin aja, bkan buat dikomentarin ato gimana...". Gua masih bengong gitu mikirin kata-kata dia. Apa memang ya, gua ini kurang perhatian? Selama ini sih gua anggap diri gua pendengar setia yang selalu jadi pendengar selama ada obrolan ato diskusi... dan ternyata gua tidak "sesetia" itu.

Gua lupa kalo orang kadang hanya ingin didengar aja, tanpa harus mau dikasih solusi ato dibilangin harus berbuat gimana ato apalah! Intinya gua lupa banget... udah terlalu lama gua hidup didalam "goa", jadi lupa cara bersosialisasi yang bikin enak orang lain... Egoisitas yang gua pelihara karena gua biasa hidup sendiri, demi diri sendiri dan untuk diri sendiri membuat pribadi gua udah kaya batu, keras tanpa fleksibilitas. Kayanya untuk rubah lagi juga rada susah, apalagi nanti pas gua balik ke dunia nyata kembali. Engga tau apa gua masih bisa jadi orang yang simpatik, perhatian ama orang lain seperti dulu kala? gua ga tau dah, itu biar waktu yang menentukan, yang gua bisa lakukan sekarang cuman berbuat seperti gimana mestinya. Kalau lapar, ya makan dan kalo ngantuk, ya tidur. Berusaha hidup bukan untuk masa lalu atau masa depan, tapi untuk sekarang karena itu yang terpenting. So, sorry guys for you who feel I don't listen enough to you, really sorry guys from the bottom of my heart.

Sunday, June 19, 2005

Masa Depan

Ha! topik yang paling aneh dibicarakan, tapi justru inilah yang paling mengesalkan karena gua bukan seorang peramal yang punya kekuatan paranormal atau abnormal mungkin, untuk melihat segala yang terjadi di masa depan. Tapi bagaimanapun ini harus dibicarakan, mengingat waktu berpikir gua semakin sempit, dan otak gua makin kabur melihat monitor ini.

Mungkin, insya Allah, sebulan lagi gua akan kembali ke tanah air untuk mulai menata hidupnya kembali, meniti karir, membangun perusahaan dan membahagiakan orang tua yang kebetulan memang sudah tua. Mungkin diantara kegiatan itu ada juga acara pernikahan... errr... pernikahan gua tentunya... bukan orang lain, karena teman2 lain yang normal, hampir semuanya telah menikah dan bahkan ada yang sudah mempunyai tiga orang anak yang lucu-lucu.

Tapi rencana tingallah rencana, ini yang gua pelajari selama hampir 30 tahun hidup diatas dunia. 90% rencana yang dibuat, baik ataupun tidak, spontan ataupun tidak, terlebih lagi yang berhubungan dengan hidup, pasti ga akan terlaksana. Harapan-harapan yang berujung ribuan kekecewaan kerap kali datang mendera. Sebenarnya bukannya takut kecewa atau sedih, karena itu sudah menjadi makanan sehari-hari, yang paling ditakuti adalah menghadapi pengharapan-pengharapan yang ada.

Orang lain boleh melihat harapan sebagai suatu yang menarik, bahkan mengasyikkan, seperti surfing diatas ombak katanya, fun and dangerous. Tapi sebaliknya gua menganggapnya sebagai suatu gunung karang yang menghalangi jalan tujuan yang harus dihancurkan, karena kalau diputerin, kayanya kejauhan, mengingat stamina dan tenaga yang kian menipis dari hari kehari.

Menghitung pegharapan buat gua seperti disuruh menentukan gambar apa yang muncul dari sebuah lukisan abstrak. mungkin buat seniman sekelas salvador dali mudah untuk berkata, "ohh... kayanya gua ngeliat sapi merumput... tapi tunggu dulu...ko gua juga ngeliat ada mobil?...Aha...ini gambar sapi yang lagi makan ketabrak mobil...", tapi sayang sekali gua sama sekali bukan pelukis, apa lagi yang sekelas gituan.

Gua ngitung harapan simply dari variabel-variabel yang ada sekarang dan diprediksikan untuk muncul di masa datang. Meskipun ini seperti paradox yang bersambung karena semua perhitungan didasarkan asumsi yang juga tidak pasti, tapi ini kan hak gua buat ngejalanin hidup gua sendiri. mau ngitung pake apa aja terserah gua dong!

Anyway semuanya gua kerjain seperti dulu gua ngerjain test di mata kuliah. kerjain yang gampang, yang susah nanti nyontek aja ama yang lebih pinter. Ok soal pertama soal kerja. dari variabel yang ada, ijasah S1 ada, plus S2 dari luar negeri, seharusnya agak mudah mencari kerja. Tapi menurut variabel kedua, umur, kayanya jadi sulit lagi. Ok deh pas dulu, kerjain soal yang lain. So alternatif kedua, ngelanjutin wiraswasta yang sudah dibina sekian lama, kayanya Ok juga. tapi menurut variabel kedua, keluarga, jadi susah lagi ngitungnya. Pass dulu aja dulu. Soal berikutnya, menikah... waduh kayanya ini yang paling sulit karena melibatkan semua variabel yang ada dari yang besar ampe yang kecil, dari kerjaan sampe keluarga. Waaaahhh susah amat ngitungnya...!

Makanya gua sirik banget kalo ada orang yang bilang, "hidup gua mulus2 aja tuh, dari awal sampe akhir"... Kampret! Masa depan gua memang susah dihitung harapannya. maunya direncanakan tapi terus terang saja, tidak ada rencana yang bisa dipakai, meskipun rencana "yang pasti gagal 100%" pun gua tidak punya.

Jadi minimal sampai besok gua mau tidur, gua putuskan kalau gua hadapi masa depan seperti apa adanya...

Saturday, June 18, 2005

Pengharapan dan penyesalan

Saya tak pernah percaya apabila ada orang berkata kalau dia tak pernah menyesal sekalipun. Mungkinkah begitu? Penyesalan selalu datang dari kekecewaan akibat pengharapan yang tak terpenuhi, jadi kalau seseorang tak pernah menyesal artinya segala harapannya dapat dipenuhi, atau dia tak punya pengharapan sama sekali. Tapi peraturan yang ada di atas bumi ini mengharuskan kalau tak semua pengharapan akan terwujud. "there's no justice in this world", temanku selalu berkata begitu. Jadi suka atau tidak, seorang manusia pasti pernah menyesal, lantaran harapannya tak terpenuhi. Jadi, kalau dia tak pernah menyesal maka satu-satunya alasan yang mungkin adalah karena tidak punya pengharapan apapun.Ini artinya dia sama saja tidak hidup, hanya orang mati yang tidak pernah berharap, karena dia sudah tak bisa apa-apa lagi.

Sesuatu yang lucu dan aneh pada seseorang manusia pada saat pengharapannya tak terpenuhi, "sudah ambil sisi baiknya saja...". Itu yang selalu dikatakan seseorang pada saat tersebut. Saya jadi bertanya-tanya, apakah memang penyesalan itu benar suatu sisi yang buruk? sehingga kita harus melepaskannya pada saat itu semua terjadi? Kalau saja kita aku begini... kalau saja aku begitu... itu yang selalu terlintas pada saat kita menyesal. dan ini buruk?

Pikiran pertama yang melintas di benakku adalah, ya! penyesalan adalah suatu yang buruk, itu adalah tanda kegagalan dalam hidup kita, suatu tanda yang seakan mencap tanda "pecundang" didahi kita sehingga bisa dilihat orang banyak. Tapi kemudian ada pertanyaan yang menggelitik, bukankah sesekali itu perlu, supaya kita bisa belajar dari itu? Pada saat kita berpikir, "kalau saja dulu begini..." tentu kita akan berpikir pula, "...maka nanti, lain kali akan begitu". Apakah itu bukan sesuatu yang tidak baik? dapat belajar dari kesalahan yang lalu.

Tapi kesempatan tidak akan datang dua kali, mungkin ini yang menyebabkan penyesalan itu memang, benar-benar suatu yang negatif karena tak mungkin dapat diperbaiki dengan cara apapun. Idiom "ambil sisi positifnya saja..." mungkin hanya suatu cara supaya rasa sesal itu "terlupakan", karena kita mendapat sesuatu lain yang positif dari kejadian itu semua. Tapi pada kenyataannya tetap saja kita kecewa karena harapan kita tidak terlaksana, dan penyesalan itu tetap ada disana.

Tapi benar-benar, buat ku sendiri lebih baik pernah menyesal karena kecewa akibat pernah berharap, karena apa bila tidak, kita sama saja dengan orang mati.

Monday, June 13, 2005

History of GOD... early chapters

It just amazing... really hard to describe the content with words alone. I was reading the first four chapter of this book on my visit to my brother in Norway to kill the time and the content of the book really open my eye. Most of the question I had during my life about existance of GOD, my GOD some how answered or partially answered. How people search and percieve GOD in every religion and faith all over the world, during the early history of mankind was describe neatly in the book. Although some of the parts was really subjective since it only consist of writer view, but it did take an angle from my favourite one, by using logics and hard-proof reasoning.

There is a big question in my head about atheist about how they didin't believe GOD, I mean what is exactly in their mind abot this thing. I remember my conversation with my friend, which is atheist about GOD. She just don't believe it because there is no proof of it. If I asked her, what about our life? she just said plainly that it just meant to be, then if I asked about destiny, whether she believe it or not, then she said, yes she believe that something happened with a meaning, but she refuse that it was one of the proof. Then she asked me to describe GOD.

At that time I were unable to explain to her about GOD existance, I mean I know that I had the knowledge, but it is really hard to explain to her about this thing. I remember my reasons back there was explaining the sweet taste to people who never taste it before, or describing the red colour to a blind person. how can I do that? I was feel really helpless. Then I came accross this quote in this book which relieve me a lot, " ... there are no mortal words adequate and able to describe GOD, that is why it is futile to try to explain about GOD existance ..." A Paradox which is really easy to understand and hard to explain, because we, humans are unable to describe GOD but on the other hand we know that GOD exist. That is why from my point of view, atheist people are simply people who refuse the existance of GOD because some how they fail to describe GOD, although somehow I believe they feel it.

I only managed to read this book from early human history untill early Jews people, how they percieve their GOD. Later I hope I got more understanding about GOD from perspectives of other religions on earth. I'm doing it not because I'm fascinating about religion, I mean, I'm never think myself as a religious people. I just curious about people mind, like what they think about things happen around them. It is exciting to see how they works cause each of them is simply a beauty "things" to me. :P

Sunday, June 12, 2005

The purpose in life...

"... to live his life a man need to love and to be love. And if you cannot give him that, then give him hope. If you still cannot give him that too, then just give him something to do..." (Liddle, Flight of the Phoenix, 2004).

Thursday, June 09, 2005

Greed

This is what I believe, life is a strugle, so you fight for it and anything that happened in life you also can make it works as long as you work for it. So the question which I have to asked for for myself is not whether I can do it or not but whether I want it or not.

Some of my friends call me greedy, selfish and unreasonable because of this, but hey! those feelings are needed in this world. How can industrial revolt come in place in britain if there is no people greed for money? How can Einstein comes up with those equation if he wasn't selfish? (in his own term...) and how can people landed on the moon if they still being reasonable, never put their life at stake for something really silly at that time?

I just don't care anymore, no matter how many people head I have to step on or how many people feelings I have to trample, I'll go forward towards it, the thing I really wanted in my life. Like my friends always said, Our live is only once, so use it as you like. So I'll use it accordingly, filling up my dreams and desire.

What it will be, it will be done...

This page is powered by Blogger. Isn't yours?